Hukum  

Ormas sasaka Nusantara Mengawal Proses Kasus Ijazah Palsu Serja Ekonomi (SE) di Polres Loteng.

Investigasintb.com – Polemik kasus dugaan gelar dan Ijazah S1 Palsu yang melibatkan oknum Kader atau Caleg PPP Dapil IV Lombok Tengah (Loteng) yang sementar Penyidikan di Polres Lombok Tengah menjadi pembicaraan di beberapa grup whatsapp dan menuai pro dan kontra baik dari LSM, Fraktisi hukum, masyarakat dan para ahli hukum pidana pasca beredarnya rekaman vidio pelapor Ahmad Halim yang mencabut laporannya.

Diketahui bahwa sesuai SPDP/170 /XII/RES.1.9/2024/Reskrim dengan rujukan
a. Pasal 109 ayat (1) KUHAP;
b. Undang-Undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;
c. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 6 tahun 2019 tentang P,enyidikan tindak pidana;
d. Laporan Polisi Nomor: LP/B/325/XII/2024/SPKT/Polres Lombok Tengah/Polda NTB tanggal 07 Desember 2024;
e. Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP.Sidik//75.a/XII/RES.1.9/2024/Reskrim, tanggal 09 Desember 2024.

Sehingga dengan rujukan tersebut bahwa, telah dimulai Penyidikan tindak pidana memakai surat palsu sebagaimana dimaksud dalam pasal 264 Ayat (2) KUH
Pidana atau pasal 263 Ayat (2) KUH Pidana yang terjadi di Kantor DPC Partai Persatuan
Pembangunan yang berkedudukan di Jalan Gajah Mada Praya, No. 114, Kelurahan Panjisari, Kecamatan Praya, Kabupaten Lombok Tengah dengan terlapor atas nama Sahabudin

Terkait hal itu Ketua Sasaka Nusantara NTB Lalu Ibnu Hajar hari ini (9/1) akan melakukan hearing sekaligus memasukkan laporan Polisi atas dugaan gelar/Ijazah S1 Palsu, yang sementara penyidikan yang di Laporkan oleh Ahmad Halim namun ditahap Penyidikan ini mencabut laporannya dengan alasan bahwa Pelapor dan Terlapor ada hubungan keluarga.

Praya,(9/1) lalu Ibnu Hajar menyampaikan tujuan hearing ini untuk menuntut kapolres Lombok Tengah tegakkan supremasi hukum, kebenaran, keadilan. Segera tangkap dan adili terduga pelaku tindak pidana pemalsuan ijazah sarjana ekonomi (S1). kata Lalu Ibu Hajar ke

Selain itu kata dia, memberikan apresiasi ke Polres Lombok Tengah yang selama ini mampu mengayomi, menjaga ketertiban dan keamanan di wilayah hukum Polres Lombok Tengah

Ditambah kan Lalu Ibnu dengan mengingatkan Polres Lombok Tengah bahwa menurut para fraktisi hukum, Ahli hukum Pidana bahwa kasus Sahabudin ini sudah masuk delik umum , bukan delik aduan miq. Jadi walaupun dia cabut , kasusnya akan tetap jalan

Saya sudah konsultasi sama pakar pidana , dan mengatakan kalau polisi berani SP3 kan kasusnya Sahabudin sama artinya mereka terjun bebas tanpa parasut.
Karna ini sudah delik biasa/umum bukan delik aduan

Diketahui bahwa Pemalsuan dokumen merupakan delik yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP):
Pasal 264 KUHP mengatur pemalsuan dokumen resmi, seperti akta otentik atau surat utang, dengan ancaman pidana penjara maksimal 8 tahun.

Pasal 266 KUHP mengatur pelaku yang memasukkan informasi palsu dalam akta autentik atau menggunakan akta palsu, dengan ancaman pidana penjara hingga 7 tahun.

Pasal 263 KUHP mengatur pemalsuan surat, termasuk pemalsuan surat kuasa, dengan ancaman pidana penjara 6 tahun.
Pasal 268 KUHP mengatur pemalsuan surat keterangan dokter, dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 tahun.

Pasal 391 RKUHP mengatur penggunaan surat yang isinya tidak benar atau yang dipalsu, dengan ancaman pidana yang sama dengan ayat (1).

Pemalsuan surat merupakan delik sengaja, baik perbuatan sengaja maupun sengaja sebagai maksud. Ketentuan ini bertujuan untuk melindungi kepentingan umum, seperti kepercayaan warga dalam hubungan masyarakat dan timbulnya kerugian.

Sedangkan Pemalsuan ijazah merupakan tindak pidana yang dapat dijerat dengan beberapa pasal, yaitu:
Pasal 263 KUHP, yang mengatur tentang pemalsuan surat. Pelaku yang membuat atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan hak, perikatan, atau pembebasan hutang, dapat diancam penjara paling lama 6 tahun.

Pasal 69 ayat (1) UU Sisdiknas, yang mengatur bahwa siapapun yang menggunakan ijazah palsu dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp500 juta.
KUHP juga melarang penggunaan sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, atau vokasi palsu. Pelaku diancam hukuman penjara maksimal 6 tahun atau denda Rp500 juta.

Selain itu, pihak yang menerbitkan ijazah atau gelar akademik palsu diancam hukuman lebih berat, yaitu denda mencapai Rp2 miliar.

Pasal 272 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP mengatur tentang sanksi bagi orang yang melakukan pemalsuan dan pemanfaatan gelar akademik palsu. Sanksi yang ditetapkan bagi pelanggaran tersebut adalah pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda yang termasuk dalam kategori VI.12 Agu 2024

Sehingga kata Ibnu ketika pelapor mencabut laporannya maka akan bermuncul pelapor pelapor baru lagi. Ketika Kepolisian akan menghentikan kasus tersebut maka bisa saja nanti warga, LSM atau para fraktisi hukum akan bersurat ke Kompolnas, Mabespolri, Ombudsman atau Presiden .

Penulis: L. Ibnu HajarEditor: H. Napsin.SH